Kemendikbudristek RI Ingatkan Perguruan Tinggi untuk Lindungi SATGAS PPKS

Oleh :
Qithfirul Fahmi
Menciptakan Ruang Aman Guna Pencegahan Pelecehan Seksual di Lingkungan UMJ.
Deama Ratna, Sub Pokja Penanganan Kekerasan di Bidang Pendidikan Kemendikbudristek RI, saat menjadi narasumber Seminar Nasional di Auditorium dr. Syafri Guricci, Kamis (20/06/2024). (Foto: KSU/M.H Fahmi)

Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (SATGAS PPKS) yang dimiliki perguruan tinggi harus dilindungi oleh pimpinan dan warga universitas dalam menjalankan tugasnya. SATGAS kerap mendapat tekanan dari relasi kuasa di kampus sehingga tidak dapat menangani kasus dengan baik.

Baca juga : ULKSP UMJ Gelar Seminar Pencegahan Pelecehan Seksual di Lingkungan Kampus

Pernyataan itu disampaikan oleh Deama Ratna, Sub Pokja Penanganan Kekerasan di Bidang Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI), dalam Seminar Nasional Seminar bertajuk “Menciptakan Ruang Aman Guna Pencegahan Pelecehan Seksual di Lingkungan UMJ”, Senin (24/06/2024).

Seminar digelar Unit Layanan Kekerasan Seksual dan Perundungan Universitas Muhammadiyah Jakarta (ULKSP UMJ) di Auditorium dr. Syafri Guricci, Gedung Fakultas Kedokteran dan Kesehatan (FKK) UMJ.

Menurut Deama, perlindungan kepada SATGAS PPKS dapat dilakukan saat melakukan wawancara, menyiapkan tim keamanan di ruang SATGAS, dan perlindungan bagi tenaga kependidikan, serta mahasiswa terhadap pimpinan atau dosen terkait.

Civitas academica perguruan tinggi dapat melaporkan kasus ke Kemendikbudristek RI apabila penanganannya mandek atau mendapat intimidasi dari pimpinan.

Laporan dapat dilakukan melalui hotline service (kemdikbud.lapor.go.id, wbs.kemdikbud.go.id, dan posko-pengajuan.itjen.kemdikbud.go.id). Pihak Kemendikbudristek RI akan mengambilalih dan menindaklanjuti laporan yang masuk.

“Apabila SATGAS PPKS tidak dilindungi, maka akan memberikan dampak negatif ke korban, pelaku semakin banyak, bahkan menjadi viral dan mencoreng nama baik institusi pendidikan,” katanya saat menjadi narasumber.

Upaya Kemendikbudristek RI membuat ruang aman dari kekerasan seksual, pelecehan seksual, dan perundungan di lingkungan kampus yaitu dengan terbitnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, bagian 14 tentang Merdeka Belajar Kampus Merdeka.

“Saat ini, Permendikbudristek tersebut sedang dikaji dan akan direvisi untuk menciptakan pendidikan berkualitas bagi semua warga satuan pendidikan agar mencintai keberagaman, serta mewujudkan kesetaraan yang berkeadilan,” jelas Deama.

Ia juga menjelaskan unsur-unsur kekerasan seksual, seperti persetujuan korban dan pengaruh relasi kuasa. Peserta seminar juga diberikan kiat-kiat pencegahan dan penanganan, sanksi, serta strategi pengawasan kepada pelaku dan pendampingan terhadap korban.

Pada kesempatan yang sama, Yosephine Dian Indraswari, S.Psi., M.Psi., Direktur Eksekutif Yayasan Pulih, menjelaskan dampak kekerasan dan pelecehan seksual serta perundungan terhadap korban. Menurutnya, ada tiga dampak yaitu dampak ekonomi dan sosial, keluarga, serta psikis dan kesehatan.

Lebih lanjut, Dian memaparkan bahwa Yayasan Pulih berfokus pada layanan kesehatan mental. Hal ini mencakup gangguan psikosomatis dan gangguan psikologis, seperti kecemasan, depresi hingga dorongan bunuh diri.

Ruang aman di lingkungan kampus juga menjadi fokus UMJ. Wakil Rektor IV UMJ Dr. Septa Candra, SH., MH. yang juga Pakar Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) UMJ mengatakan, pimpinan universitas telah membentuk kebijakan untuk membuat ruang aman di lingkungan kampus.

Beberapa kebijakan yang mengatur yaitu Peraturan Rektor Nomor 372 Tahun 2018 tentang Kampus Islami UMJ, Peraturan Rektor Nomor 918 A Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dan/atau Perundungan di UMJ, serta Peraturan Rektor Nomor 782 Tahun 2023 tentang Pengangkatan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual UMJ.

“Peraturan itu sebagai tindakan preventif atau pencegahan yang UMJ lakukan. Hal ini, agar program yang dilaksanakan SATGAS PPKS dapat mencegah dan menindak juga, apabila terjadi pelecehan dan kekerasan seksual,” ungkap Septa.

Ia menegaskan, jika terdapat laporan kekerasan seksual, pelecehan seksual, dan perundungan di lingkungan kampus, maka UMJ wajib melakukan penanganan. Penanganannya berupa pendampingan, perlindungan, pemulihan korban, dan pengenaan sanksi administratif, baik sanksi ringan, sedang hingga berat.

Salah satu peserta seminar Nazwa Lutfiah Sandi menyatakan, agenda yang digelar ULKSP sudah sangat bagus dan tepat. Pasalnya ia mampu menambah wawasan terkait pencegahan dan penanganan kekerasan atau pelecehan seksual di kampus.

“Semoga mahasiswa maupun seluruh warga UMJ dapat berhati-hati terhadap lingkungannya. Berani menyuarakan atau melapor jika memang terjadi kekerasan atau pelecehan seksual, baik pada dirinya dan orang lain,” ujar Nazwa saat diwawancara usai seminar selesai.

Seminar Nasional ULKSP diikuti sekitar 120 mahasiswa dan dihadiri juga oleh Warek III UMJ Dr. Rini Fatma Kartika, S.Ag., MH., Ketua ULKSP UMJ Puan Dinaphia Yunan, SH., MH., pimpinan fakultas, dosen, serta kepala biro hingga lembaga di lingkup UMJ.

ULKSP adalah wadah civitas academica UMJ, khususnya bagi mahasiswa untuk melakukan laporan maupun konseling dari dugaan kekerasan seksual di lingkungan UMJ. ULKSP memiliki SATGAS PPKS yang berisi 53 orang dari unsur dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa mewakili seluruh fakultas. Unit ini berlokasi di Lantai 2 Gedung Bussines Center UMJ.

Editor : Dinar Meidiana