Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (BEM FIK UMJ) jadi tuan rumah Rapat Kerja Wilayah III Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia (RAKERWIL ILMIKI) ke-XII. Kegiatan ini dilaksanakan pada 10-12 Mei 2024 di Auditorium K.H Mas Mansoer, FAI UMJ.
Baca juga : PK IMM FIK UMJ Adakan Turnamen Futsal Antar SMA Se-DKI Jakarta
BEM FIK UMJ berkesempatan menjadi tuan rumah RAKERWIL III ILMIKI ke-XII setelah dipilih oleh 20 institusi dari tiga provinsi yaitu Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. RAKERWIL ILMIKI merupakan kegiatan wajib yang diselenggarakan di setiap periode.
Wakil Rektor IV UMJ Dr. Septa Candra, SH. MH., mengatakan bahwa kegiatan tersebut membuat nama UMJ semakin mentereng dan mampu membangun hubungan baik dengan institusi lain. Ia berharap RAKERWIL III ILMIKI ke-XII menjadi titik bangkit mahasiswa keperawatan mewujudkan kemajuan profesi dan meningkatkan kerja sama untuk mensinergikan gerak mahasiswa keperawatan.
“Semoga Rakerwil ini dapat menjamin kesinambungan program kerja organisasi agar bertumbuh bersama melalui program kerja selama satu periode kepengurusan ILMIKI,” ujar Septa.
Wakil Dekan III FIK UMJ Dr. Syamsul Anwar, M.Kep., Sp.Kom., menyampaikan amanah kepada peserta RAKERWIL III ILMIKI ke-XII agar bersungguh-sungguh menggunakan kesempatan yang ada dan dapat menyuarakan pendapatnya untuk merancang rencana ILMIKI ke depan.
RAKERWIL III ILMIKI ke-XII diawali dengan Stadium General yang bertemakan “Apakah Perlu Eksistensi Mahasiswa Kesehatan dalam Dunia Perpolitikan Nasional?” Forum ini menghadirkan Guru Besar Hukum Tata Negara FH UMJ Prof. Ibnu Sina Chandranegara, SH., MH. dan Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Dr. Harif Fadhillah, S.Kp., SH., M.Kep., MH.
Ibnu menuturkan bahwa mahasiswa sebagai agen perubahan harus memiliki pola pikir yang kritis agar dapat menjadi motor penggerak perubahan. “Mahasiswa perlu memahami kondisi perpolitikan, karena politik sebagai suatu aktivitas yang dibuat, dipelihara, dan digunakan untuk masyarakat dalam penegakkan suatu peraturan dalam kehidupan bermasyarakat,” jelasnya.
Selaras dengan Ibnu, Karyadi menegaskan bahwa perawat harus bisa memilih menjadi politikus atau perawat. “Sebagai perawat kita perlu memberikan asuhan keperawatan dengan perasaan yang tulus dan ikhlas. Tentunya kedua hal tersebut bertolak belakang, maka perlu adanya keputusan yang tepat untuk memilih berpolitik atau menjadi perawat,” pungkas Karyadi.
Editor: Dinar Meidiana