Sivitas UMJ Tutup Tahun 2023 dengan Kajian Toleransi Beragama

Oleh :
Dinar Meidiana
Sivitas Akademika UMJ Akhiri Tahun dengan Kajian Toleransi Beragama
Kiri ke kanan: Dr. Abdul Aziz Muhammad, M.Hum., Dr. Muhammad Choirin, Lc., MA., dan Dr. Adi Mansah, MA.Ag., saat Kajian Integrasi Ilmu di Masjid At-Taqwa, Jumat (29/12/2023).(Foto : KSU/Dinar Meidiana)

Sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Jakarta menutup tahun 2023 dengan kegiatan kajian bertema Toleransi Beragama dan Penguatan Akidah Islam yang bertempat di Masjid At-Taqwa, Jumat (29/12/2023). Kajian Integrasi Ilmu yang merupakan program rutin bulanan Lembaga Pengkajian dan Penerapan Al Islam dan Kemuhammadiyahan (LPP AIK).

Baca juga : LPP-AIK UMJ Ingatkan Kewajiban Umat Muslim Terhadap Jenazah

Dua dosen lintas fakultas dihadirkan yaitu dosen Fakultas Hukum (FH) Dr. Abdul Aziz Muhammad, SH., M.Hum., dan dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Dr. Choirin, Lc., MA. Dari perspektif Ilmu Hukum, Aziz menjabarkan dua titik sentral toleransi.

Pertama toleransi beragama yang menurutnya harus dimaknai dengan tidak adanya paksaan dalam beragama. “Lakum diinukum waliyadin. Orang tidak boleh memaksa kita masuk ke agamanya, begitu pula dengan kita,” ungkap Aziz.

Titik sentral yang kedua ialah toleransi Islam terhadap hidup bermasyarakat. “Islam sangat membolehkan umatnya hidup berdampingan dengan umat agama lain selama mereka tidak memerangi. Dalam hal toleransi bermasyarakat, berbangsa dan bernegara wajib berbuat baik. Hal yang dilarang adalah mencampur-baurkan antara keyakinan agama kita dengan agama lain,” katanya.

Sementara itu Choirin menjelaskan makna toleransi melalui beberapa kisah pada masa Rasul. Kisah pertama tentang sikap toleransi antara Nabi Muhammad dengan istrinya yaitu Aisyah. Hubungan Muhammad dengan Aisyah dalam berumah tangga dapat menjadi contoh toleransi paling dasar.

Kisah kedua ialah tentang Durrah binti Abu Lahab yang muslim namun memiliki seorang ayah yang kafir. Sikap toleransi ditunjukkan oleh kerabat dan masyarakat setempat pada masa itu bahwa ketika Durrah ada di barisan makmum salat berjamaah, imam salat tidak pernah membaca surat Al-Lahab. Hal itu merupakan bentuk toleransi pada Durrah.  

Menurut Choirin, toleransi berarti menghormati orang lain meski pun tidak sependapat. “Singkatnya mundur satu langkah untuk mendapatkan maslahat,” tegas Choirin. Selain dua kisah tersebut, Choirin juga menceritakan dua kisah lainnya yaitu kisah orang munafik bernama Abdullah Ubay dan Imam Hasan Al-Bashri.

Dari kisah-kisah tersebut Choirin menegaskan bahwa sikap toleransi yang ditunjukkan dengan rasa belas asih berdampak besar yaitu keluarga serta keturunan Abdullah Ubay dan keluarga tetangga Imam Hasan Al-Bashri yang nasrani memeluk Islam.

Dari pemaparan kedua narasumber disimpulkan bahwa sikap toleransi dalam beragama harus dilakukan sesuai dengan yang diwahyukan Allah SWT., dalam Qur’an Surat Al-Kafirun. Toleransi diperlukan tanpa melunturkan akidah Islam.

Menurut Ketua LPP AIK Drs. Fakhrurazi, MA., tema toleransi sangat diperlukan agar dapat membangun toleransi dengan tetap menegakkan akidah Islam. Sementara itu menurut Wakil Rektor IV UMJ Dr.  Septa Candra, MH., yang turut hadir, tema kajian yang disajikan sangat menarik dan informatif.

Editor : Dian Fauzalia