Etnis muslim Uyghur hingga saat ini masih diperlakukan dengan tidak adil oleh Pemerintah Cina. Oleh karena itu, Indonesia mendukung penuh penyelesaian isu tersebut dengan pendekatan dialog, pendekatan perdamaian, dan pendekatan kemanusiaan. Hal ini disampaikan oleh Wakil Dekan II FISIP UMJ Djoni Gunanto, S.lp., M.Si. dalam Seminar Internasional yang bertajuk Indonesian Humanitarian Responses on Uyghur di Aula Kasman Singodimedjo FISIP UMJ, Senin (03/04/2023).
Dalam sambutannya , Djoni mengatakan bahwa Indonesia sejak awal sudah menafsirkan diri menggunakan politik bebas aktif yang dilaksanakan pada bidang state dan non state. “Untuk state, negara sudah berkontribusi banyak dalam memperjuangkan ketidakadilan yang terjadi di berbagai belahan dunia. Untuk non state, kita memiliki organisasi Muhammadiyah yang consent terhadap persoalan universal dengan melakukan pendekatan politik kepada negara-negara Islam untuk memperjuangkan posisi kemanusiaan yang universal,” tutur Djoni.

Pada kesempatan yang sama, Executive Director of Center for Uyghur Studies Abdul Hakim Idris menjelaskan sejak dahulu etnis muslim Uighur mengalami penindasan yang cukup parah oleh Pemerintah Cina. Situasi meningkat saat tahun 2018 hingga kini penduduk Uyghur mengalami genosida besar-besaran.
Menurutnya, mereka dilarang beribadah, dipaksa untuk melepas atribut keagamaan, hingga penghilangan identitas. Pemerintah Cina memberantas Uyghur dengan memasukan anak-anak ke dalam sebuah kamp konsentrasi yang berisi aliran komunisme. Hal ini dilakukan agar generasi muda Uyghur tidak tersisa (pemotongan generasi).
Baca Juga: Dukungan Negara Muslim Masih Lemah terhadap Uyghur di China
Sebagai narasumber, Deputy President of Angkatan Belia of Malaysia (ABIM) Mohd Khairul Anwar Ismail membahas mengenai keterlibatan ABIM untuk Uyghur dalam aspek kemanusiaan. Ia menyatakan bahwa ABIM sudah bergerak mulai dari perjuangan hukum, penerapan media awareness, kampanye mengenai Uyghur ke masyarakat seperti Uighur Solidarity Run, publikasi ilmiah, dan forum diskusi secara luring maupun during. Semua dilakukan untuk membuat kesadaran masyarakat dunia khususnya sesama muslim untuk membantu Uyghur.
Turut hadir juga sebagai narasumber, Eks Duta Besar RI untuk Uzbekistan Mohammad Asruchin. Ia mengungkapkan bahwa Indonesia menolak segala pelanggaran HAM maupun non HAM di dunia. Oleh karena itu, negara mayoritas muslim khususnya Indonesia harus memberikan pendekatan dengan tidak menggurui, tetapi tetap menyampaikan aspirasi masyarakat agar memberikan perlakuan yang sama bagi seluruh masyarakat di Cina khususnya Uyghur.
Menyambung Asruchin, Dosen FISIP UMJ Drs. Asep Setiawan, MA. membawakan materi multi-track diplomacy yang berkaitan dengan pemerintah, forum sivitas akademika, organisasi masyarakat Islam di Indonesia seperti Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama, hingga peran partai politik. Berdasarkan multi-track diplomacy dan respons publik yang terjadi di Indonesia, Asep menilai bahwa Indonesia berempati dan mendukung penuh untuk keadilan muslim Uyghur.
Jurnalis Senior Indonesia Aat Surya Safaat yang hadir sebagai narasumber di acara ini, menyampaikan perkembangan isu Xinjiang (Uyghur) dan saran untuk Pemerintah RI. Menurutnya, sikap Pemerintah Cina kepada dunia internasional saat ini adalah tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri dan persatuan nasional Cina termasuk isu Uyghur.
Aat berpandangan bahwa Pemerintah Cina perlu memberikan waktu dan menyiapkan tempat bagi peserta vokasi pendidikan di semua kamp untuk menjalankan ibadah dan keyakinannya. Lebih lanjut, Indonesia perlu meminta Cina agar lebih terbuka dalam masalah Uyghur tetapi harus disampaikan secara extra hati-hati dan mendorong Pemerintah Cina agar kamp-kamp pendidikan vokasi bisa dikunjungi oleh diplomat mancanegara.
Ia menambahkan bahwa Pemerintah Indonesia perlu mendorong Pemerintah Cina untuk memfasilitasi wartawan Indonesia untuk mengunjungi Daerah Otonomi Xinjiang dan perlu mendorong Pemerintah Cina agar memfasilitasi ormas-ormas islam untuk berkunjung ke Daerah Otonomi Xinjiang.
Seminar Internasional yang digelar oleh Prodi Politik FISIP UMJ tersebut dimoderatori oleh Ali Noer Zaman, M.A. Selain diikuti sivitas akademika UMJ secara luring, kegiatan ini juga diikuti oleh masyarakat umum secara daring. (MT/QF/KSU)
Editor : Tria Patrianti