Program Reintegrasi Sosial Untuk Mantan Narapidana Teroris

Oleh :
Mamay Nurbayani
Debbie Affianty, M.Si., (Direktur LIGS UMJ)
Debbie Affianty, M.Si., (Direktur LIGS UMJ) saat menyampaikan kondisi Indonesia dalam menangani mantan narapidana teroris, Selasa (28/02/2023).

Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan Program Deradikalisasi terhadap mantan narapidana teroris yang terbagi menjadi empat tahapan, meliputi identifikasi dan penilaian, rehabilitasi, reedukasi dan reintegrasi sosial. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Laboratory of Indonesia and Global Studies (LIGS) Universitas Muhammadiyah Jakarta, Debbie Affianty, M.Si., saat menjadi pembicara pada acara Webinar Internasional dengan tema Early Findings: The Challenges and Needs of Former Security Detainees (FDS) and Their Affected Family Members, Selasa (28/02/2023).

Upaya pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana kasus terorisme perlu pembinaan yang khusus, terutama penanaman nilai-nilai terkait Nasionalisme, Religiusitas dan Entrepreneur. Sejak 2022, tercatat 1.191  mantan teroris di Indonesia telah mengikuti program deradikalisasi. “Terbilang sedikit yang mengikuti program redikalisasi ini, namun pemerintah Indonesia akan terus mengupayakan agar stigma negatif yang melekat pada mantan terorisme dapat hilang,” kata Debbie.

Baca juga : Prof. Young-Hoon: Korea Selatan Maju Karena Pendidikan

Debbie juga mengungkapkan bahwa mantan narapidana teroris menemukan banyak tantangan ketika kembali ke lingkungan masyarakat. Stigma buruk yang didapatkan memberikan dampak pada ekonomi, psikologi dan permasalahan administrasi. Pada kasus tersebut, banyak dari mantan narapidana teroris terlibat kembali pada kelompok ekstremisme. Sampai saat ini tercatat ada 1.036 mantan narapidana teroris, termasuk didalamnya terdapat 116 melakukan residivis (pengulangan tindak pidana).

Lebih lanjut, Debbie menjelaskan bahwa dukungan pemerintah diantaranya dengan membangun Kawasan Terpadu Nusantara (KTN) yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerja sama dengan 46 kementrian, pemerintah daerah dan instansi pendidikan (Universitas). “Disamping adanya program yang telah dibuat oleh pemerintah, kepedulian kita terhadap penanganan mantan narapidana teroris harus terus ditumbuhkan dengan membuat program penanganan mandiri bersama dengan agen-agen terkait meliputi peace campaign, moderasi beragama, economic empowerment dan pengadaan beasiswa,” ujar Debbie.

Webinar yang diikuti kurang lebih 30 peserta ini juga menghadirkan Hisham Muhaimin, Project Coordinator, Initiative to Promote Tolerance and Prevent Violence (INITIATE.MY), Dr. Mukhriz Mat Rus, Senior Lecturer, Universiti Utara Malaysia (UUM) serta Debbie Affianty selaku Dosen Prodi Ilmu Politik Konsentrasi Hubungan Internasional FISIP UMJ.

Acara ini merupakan inisiasi INITIATE.MY dan dilatarbelakangi kondisi di Malaysia yang saat ini sedang tahap finalisasi untuk meluncurkan National Action Plan to Prevent and Counter Violent Extremism (NAPPCVE or NAP), yang bertujuan untuk untuk mengatasi ancaman ekstremisme kekerasan pada mantan narapida teroris dan anggota keluarga mereka yang terkena dampak, serta mengusulkan rekomendasi untuk memberdayakan  peran pemangku kepentingan untuk berperan dalam upaya deradikalisasi.

INITIATE.MY adalah organisasi berbasis data untuk mempromosikan toleransi dan mencegah kekerasan yang berbasis di Malaysia. INITIATE.MY berusaha untuk mengatasi tren mengkhawatirkan meningkatnya ekstremisme dan ketegangan yang dimotivasi oleh kebencian agama dan rasisme terutama pasca pemilihan umum 2018. (MN/KSU)