Perempuan Berkedudukan Sama dalam Konteks Islam, Punya Kesetaraan dalam Menuntut Ilmu

Oleh :
Dinar Meidiana
Dr. Ma’mun Murod, M.Si., Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta saat memberikan orasi ilmiah di Pondok Pesantren Terpadu Al Multazam, Kuningan (01/04).

Isu terkait perempuan dan kesetaraan gender tidak pernah hambar bagi banyak orang. Perjalanan kehidupan perempuan dari masa ke masa menjadi dorongan kuat bagi upaya kesetaraan gender yang digaungkan di mana-mana hingga saat ini. Perubahan dunia yang sangat dinamis tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi kaum perempuan dalam mempertahankan peran dan kedudukannya.

Isu terkait perempuan diangkat oleh Pondok Pesantren Terpadu Al Multazam, Kuningan, pada gelaran wisuda santriwatinya dari SMAIT Al Multazam, Jumat, 1 April, 2022. Untuk mengkaji isu tersebut, Dr. Ma’mun Murod, M.Si., Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta diundang untuk memberikan orasi ilmiah dengan judul besar Peran Perempuan di Era Milenial.

Dihadiri oleh Pimpinan Pondok Pesantren dan SMAIT Al Multazam, Muhammad Ridho Suganda, S.H., M.Si. (Wakil Bupati Kuningan), dan orang tua dan wali santriwati SMAIT Al Multazam, acara wisuda ini digelar dengan menyuguhkan orasi ilmiah yang relevan dengan para wisudawati.

Pada kesempatan tersebut, Ma’mun mengawali orasinya dengan menggambarkan bagaimana posisi perempuan sebelum adanya Islam untuk memberikan pemahaman bahwa tidak ada pemikiran (pada saat itu) yang lebih maju dibandingkan Islam. Ajaran Islam menempatkan perempuan setara dengan laki-laki dalam semua hal, termasuk dalam hal pendidikan. ‘’Perempuan sesungguhnya punya kedudukan yang sama di dalam konteks Islam. Perempuan diberikan hak waris, kesetaraan dalam menuntut ilmu, dan lain-lain. Islam memberikan penghargaan yang luar biasa bagi perempuan. Islam melalui Rasulullah telah melakukan bentuk revolusi sosial dan keagamaan. Perempuan yang dulunya hanya dianggap budak atau hamba sahaya, kemudian diangkat derajatnya sedemikian rupa oleh Allah SWT.’’ jelasnya.

Santriwati yang pada saat itu telah selesai menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) diberikan pemahaman bahwa perempuan memiliki peran kemasyarakatan dan keumatan, peran di social media, peran dalam pertarungan wacana gender, dan peran politik kebangsaan.  Perubahan dunia yang sangat dinamis juga menghadirkan banyak tantangan pada perempuan. Ma’mun menjelaskan bagaimana bahayanya paham-paham asing akan merusak kehidupan, ‘’Tantangan adik-adik muslimah di era milenial adalah paham-paham asing. Sekarang hedonisme luar biasa. Ukuran seseorang menghargai orang itu diukur dari materinnya.’’

Saat ini kita dibanjiri paham-paham asing yang merusak tatanan kehidupan bukan hanya social, tapi budaya bahkan ekonomi. Ma’mun menyinggung persoalan minyak sawit yang langka dan mahal. Menurutnya paham-paham asing sudah banyak menguasai berbagai aspek kehidupan kita.

Selain paham-paham asing, ekstrimisme keberagamaan juga menjadi tantangan, ‘’Kita harus pastikan bahwa kita beragama tengahan, wasathiyah.’’ Ma’mun melanjutkan bahwa penting bagi kita untuk mengambil posisi tengah dalam beragama. (KSU/DN)