Terjadinya Revolusi Prancis 1789-1799 memiliki banyak pemicu yang rumit dan tidak hanya masalah di dalam kerajaan Raja Louis XVI. Itu juga dipengaruhi oleh kondisi internasional, terutama keterlibatan Prancis dalam Revolusi Amerika Serikat.
Menurut artikel yang diterbitkan Columbia University dijelaskan, tanda-tanda revolusi semakin jelas pada akhir tahun 1770-an, saat pemerintahan monarki Prancis menghadapi krisis keuangan. Perang melawan negara lain, terutama Inggris, dan bantuan militer Prancis kepada pejuang kemerdekaan Amerika Serikat, mengakibatkan kekayaan Raja Louis XVI terkuras.
Raja Louis XVI harus mencari cara untuk mendapatkan uang darurat dengan menaikkan pajak. Namun, kenaikan pajak membuat mayoritas rakyat Prancis merasa lebih berat. Di sisi lain, ekonomi Prancis sedang memburuk, yang menyebabkan jumlah orang melarat meningkat pesat.
Pada abad ke-18, masyarakat Prancis terbagi menjadi tiga kelas sosial. Para rohaniawan gereja termasuk dalam kelas pertama, kelas kedua terdiri dari para bangsawan, yang juga merupakan minoritas dari segi jumlah. Sedangkan golongan ketiga adalah buruh, petani, borjuis (kelas ekonomi menengah), dan lainnya.
Raja Louis XVI meminta Estates General, yang merupakan majelis legislatif atau konsultatif, bersidang untuk menggulirkan strategi mengatasi krisis keuangan. Estates General Prancis memiliki perwakilan dari tiga kelas sosial. Tidak mengherankan bahwa perwakilan golongan ketiga dengan tegas mendukung kenaikan pajak bagi pemilik hak istimewa. Tetapi pertikaian terjadi di sidang Estates General.
Perwakilan golongan ketiga di Estates General kemudian memutuskan untuk mengadakan sidang sendiri yang hanya melibatkan beberapa reformis dari dua golongan lain. Pada 17 Juni 1789, mereka membentuk The National Assembly (Majelis Nasional) untuk mengatur pembentukan konstitusi baru Prancis.
Kebencian rakyat terhadap monarki meningkat sebagai akibat dari konflik yang terjadi antara golongan atas dan bawah masyarakat Prancis. Selain itu, Raja Louis XVI dan istrinya Maria Antoinette menjalani kehidupan yang mewah, termasuk di tengah krisis keuangan Prancis.
Pada saat keadaan politik semakin memanas, demonstrasi massa terjadi dan mengakibatkan kerusuhan pada 14 Juli 1789. Hari itu, ribuan orang menyerbu penjara Bastille, membebaskan tahanan dan merampas senjata hingga komandan bui di Kota Paris dihukum mati.
Kekuasaan Kerajaan Prancis terus merosot dan mengalami kesulitan dalam mengendalikan keadaan. Sebaliknya, The National Assembly berhasil menjalankan beberapa inisiatif penting.
The National Assembly berhasil membentuk pasukan nasional, dengan Jenderal Lafayette sebagai panglima. Hak istimewa bangsawan dan gereja dicabut bersamaan dengan keputusan sidang 4 Agustus 1789.
Selanjutnya, pada akhir Agustus 1789, Dewan Nasional mengumandangkan Deklarasi Hak Rakyat dan Warga Negara Prancis. Slogan Liberte, Egalite, Fraternite (Kebebasan, Keadilan, dan Persaudaraan) menjadi semboyan Revolusi Prancis.
Akhirnya, National Assembly memaksa Raja Louis XVI untuk bertindak sebagai monarki konstitusional pada tahun 1789. Namun demikian, revolusi tidak akan berhenti sampai terjadi perubahan yang lebih ekstrim.
Puncaknya terjadi pada tahun 1793 ketika Raja Louis XVI dan istrinya Marie-Antoinette dipenggal dengan pisau guillotine. Monarki Prancis rontok hanya tiga tahun setelah penyerbuan Penjara Bastille. Pemerintahan Republik Prancis resmi berdiri pada bulan September 1792.
Latar belakang Revolusi Prancis 1789-1799 tidak hanya ekonomi dan politik. Selain itu, peristiwa-peristiwa ini tidak terlepas dari ide-ide baru yang akan menjadi dasar demokrasi dan hak asasi manusia.
Menurut ulasan yang diposting di History.com, keterlibatan militer Prancis dalam membantu pejuang kemerdekaan Amerika Serikat dalam pertempuran melawan Britania Raya (Inggris) menjadi faktor lain yang menyebabkan banyak tokoh reformis berubah pendapat mereka tentang monarki absolut Louis XVI.
Selama Revolusi Amerika, orang-orang Prancis dan pejuang kemerdekaan Amerika dapat bertukar ide, nilai, dan filosofi. Pertukaran ini memperkuat gagasan Pencerahan di Prancis, termasuk pengakuan hak-hak dasar manusia, kesetaraan warga negara, dan pembatasan kekuasaan pemerintah. Segera setelah itu, beberapa reformis Prancis yang membantu pejuang Amerika mendapatkan kemerdekaan dari Inggris mulai menentang Louis XVI.
Saat mereka membuat Deklarasi Hak-hak Manusia dan Warga Negara pada 1789, Majelis Nasional Prancis bahkan menggunakan Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat sebagai model. Ide-ide Pencerahan, seperti prinsip persamaan hak dan kedaulatan rakyat, digunakan dalam kedua deklarasi tersebut.
Simak informasi menarik lainnya di www.umj.ac.id.
Sumber: Tirto.id