Sosok Haji Fachrodin Dalam Gerakan Dakwah Muhammadiyah

Sosok Haji Fachrodin Dalam Gerakan Dakwah Muhammadiyah

Selama 112 tahun berdiri, gerakan dakwah Muhammadiyah diperhitungkan bahkan hingga kancah global. Wujud gerakannya kini tidak lain karena dihidupi oleh kader-kader militan yang berintegritas. Salah satu sosok kader yang memiliki peran dalam membumikan gerakan Muhammadiyah ialah Haji Fachrodin.

Nama Haji Fachrodin tidak asing di kalangan aktivis literasi dan media Muhammadiyah. Fachrodin yang dimaksud ini bukanlah AR Fachrudin yang pernah menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah pada 1960an silam.

Haji Fachrodin tidak lepas dari gerakan dakwah Muhammadiyah lewat gerakan literasi dan media. Ia adalah sosok penting dari berdirinya Suara Muhammadiyah. Meskipun tidak mengenyam pendidikan formal, Fachrodin sangat piawai dalam menulis dan ceramah.

Sosok yang memiliki nama lain Djazoeli ini adalah murid langsung KH Ahmad Dahlan. Dalam buku berjudul Haji Fachrodin: lokomotif Literasi dan Pers Islam yang ditulis Roni Tabroni, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, dijelaskan Fachrodin adalah salah satu sosok yang sangat aktif di Muhammadiyah.

Keaktifannya bahkan telah terlihat sebelum Muhammadiyah resmi didirikan sebagai ogranisasi. Sejak 1911, Fachrodin disebut sebagai salah satu promotor Muhammadiyah. Pemilik nomor anggota 5 di Muhammadiyah ini tercatat sebagai jurnalis dari Kauman, Yogyakarta.

Kepiawaiannya dalam menulis menggugah semangat siapa pun yang membaca. Fachrodin sangat memahami bahwa tulisan adalah bentuk pergerakan dalam melawan kolonialisme. Pada zaman penjajahan, tulisan-tulisan dari surat kabar dan majalah sangat mengancam keberadaan elit.

Oleh karenanya, dalam menulis, Fachrodin menggunakan Bahasa Melayu Rendah yang mudah dipahami masyarakat Nusantara pada saat itu. Penggunaan Bahasa Melayu Rendah juga menjadi bentuk perlawanan.

Fachrodin tidak hanya aktif di satu majalah. Ia berkarier di lebih dari 10 media, di antaranya Doenia Bergerak, Medan-Moeslimin, Islam Bergerak, Srie Diponegoro, Pemberitaan CSI, Bendera Islam, Bintang Islam, Soeara Moehammadijah, Tjamboek, Soengoeting Muhammadijah, Pertimbangan, Soeara Aisjijah, Sosok Pandai Pengarang, dan Berjuang Bersama Bahasa dan Kata-kata.

Ia kerap menjadi penceramah di berbagai wilayah. Tidak hanya itu, Fachrodin juga adalah orang di balik pendirian cabang-cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta hingga ke daerah Sumatera Barat.

Fachrodin wafat pada usia yang cukup muda dan produktif yaitu 39 tahun. Kabar wafatnya Fachrodin mengejutkan banyak pihak. Peran aktifnya dalam gerakan dakwah Muhammadiyah membuat semua orang yang mengenalnya merasa masih membutuhkan perannya.

Atas jasa Fachrodin, Pemerintah Negara Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya melalui SK Presiden Republik Indonesia No. 162 Tahun 164 bersamaan dengan KH. Mas Mansur.

Haji Fachrodin dan Suara Muhammadiyah

Sejak mendirikan Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan memang sudah memiliki pemikiran tentang pentingnya media dalam gerakan dakwah. Karena urgensinya itulah, Ahmad Dahlan mendorong murid-muridnya termasuk Fachrodin untuk mulai merintis sebuah media.

Tradisi literasi kemudian dilestarikan di Muhammadiyah yang juga ditandai dengan pembentukan bagian pustaka. Tepat tiga tahun setelah Muhammadiyah berdiri, majalah Soeara Moehammadijah terbit. Telah lebih dari satu abad, majalah itu masih bertahan hingga kini.

Majalah Soeara Moehammadijah pertama kali terbit pada Dzulhijjah 1333 Hijriyah bertepatan pada 1915 Masehi. Terbitnya majalah itu tidak lepas dari sang inisiator dan pelopor yaitu KH Ahmad Dahlan. Keberadaan Haji Fachrodin dengan kemampuan menulis dan pengalaman yang luar biasa menambah kiprah Soeara Moehammadijah dalam gerakan dakwah.

Fachrodin membantu Ahmad Dahlan dalam menerjemahkan dan menyebarkan gagasan pemikirannya dengan tradisi dakwah melalui media. Pada saat itu ia adalah kepala redaksi yang diistilahkan pada saat itu sebagai Hoofdredacteur.

Ia dipercaya karena memiliki pengalaman dan rekam jejak yang sangat baik dalam bidang kepenulisan sejak pertengahan abad 20. Tulisan-tulisan hasil pemikirannya dikenal radikal dan berani dalam melawan kolonialisme Belanda.

Pada awal terbit, majalah Soeara Moehammadijah menggunakan Bahasa Jawa dengan huruf latin hingga 1921. Kemudian pada 1922 mulai menggunakan Bahasa Melayu. Hal ini seiring dengan perkembangan dan penyebaran dakwah Muhammadiyah yang mulai meluas, keluar dari Karesidenan Yogyakarta.

Di balik Suara Muhammadiyah pada masa itu selain Fachrodin ada pula sederet nama redaksi yaitu H Ahmad Dahlan, HM. Hisjam, RH Djalil, M. Siradj, Soemodirdjo, Djojosugito, dan RH Hadjid.

Penulis : Dinar Meidiana
Editor: Dian Fauzalia