Air susu ibu (ASI) mempunyai peran vital dalam pertumbuhan seorang anak, terutama selama enam bulan pertama kehidupan. ASI memasok semua nutrisi yang diperlukan bagi anak pada masa pertumbuhannya.
Oleh karena itu, peringatan Hari Asi sedunia diadakan, bahkan diperingati selama satu pekan, jatuh setiap tanggal 1 hingga 7 Agustus. Hal itu untuk menekankan pentingnya dukungan dari berbagai pihak bagi seorang Ibu dalam memenuhi kecukupan asinya.
Dalam rangka memperingati Hari Asi Sedunia. Tim reporter Kantor Sekretariat Universitas Muhammadiyah Jakarta (KSU UMJ) berkesempatan mewawancarai Febi Sukma, M.Keb seorang konselor laktasi sekaligus Dosen Prodi Kebidanan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan (FKK) UMJ.
Febi yang juga memiliki gelar Certified Infant Massage (CMI) sebuah sertifikasi bagi yang memiliki keterampilan tambahan sebagai seorang instruktur pijat bayi. Ia menegaskan bahwa Pekan Hari ASI sedunia adalah bentuk nyata dukungan pada ibu menyusui untuk meningkatkan kesadaran semua pihak akan pentingnya menyusui dan mendukung keberhasilannya.
Menurutnya, menyusui merupakan sebuah proses yang alamiah, namun pada praktiknya memang masih memerlukan perjuangan. Hal itu dikarenakan, saat ini kampanye pemberian ASI Eksklusif untuk anak masih berhadapan dengan gencarnya promosi produk pengganti ASI.
Melalui data yang dikeluarkan United Nations Children’s Fund (UNICEF) tercatat angka ASI eksklusif sebesar 64,5 persen pada 2018. Kemudian, angka ini menurun pada kurun waktu 2018-2021 menjadi 52,5 persen.
Sementara itu, mengutip data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dibeberkan oleh ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AMI) Nia Umar mengatakan ada sekitar 81,4 persen proses menyusui itu terganggu karena penggunaan susu formula.
Febi memandang pengetahuan yang minim dan ditambah dengan gempuran iklan susu formula berpengaruh besar terhadap keputusan ibu dalam menyusui.
“Padahal banyak studi mengatakan tantangan pertama menjadi orangtua bagi pasangan suami istri adalah praktik menyusui,” ungkap Febi saat diwawancarai pada Kamis (1/8/2024).
Menurutnya, semua tantangan ini dapat diminimalisir dengan dukungan berbagai pihak, semuanya saling berkaitan. Siklusnya akan seperti ini seorang Ibu harus memiliki efikasi yang tinggi untuk menyusui dan pasangan akan memberikan dukungan emosional.
Kemudian, tenaga kesehatan yang akan memberikan edukasi sejak masa kehamilan, baik membantu proses Inisiasi menyusu dini pada masa persalinan, hingga proses menyusui itu sendiri dengan segala permahasalahan yang akan timbul.
Karena memang masih banyak tantangan yang dihadapi. Namun, selama beberapa tahun ke belakang dukungan pemerintah pada Ibu menyusui sudah mengalami banyak perbaikan. Hal itu bisa dilihat dari kebijakan yang diberlakukan pada pelayanan kesehatan atau fasilitas publik.
“Ingat beberapa tahun ke belakang cukup sulit kita temukan ruang laktasi di fasilitas umum, seperti perkantoran atau mall contohnya. Sekarang kita dapat dengan mudah menemukan tempat tersebut,” terangnya.
Kembali kepada persoalan susu formula, ia mengatakan pemerintah Indonesia mulai memperhatikan hal tersebut. Kebijakan terbaru adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Tertulis pada pasal 33 bahwa produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk pengganti air susu ibu lainnya dilarang melakukan kegiatan yang dapat menghambat pemberian air susu ibu eksklusif.
“Meskipun demikian, seluruh kebijakan yang ada belum semua bisa dilaksanakan dengan maksimal,” kata Febi.
Melalui momentum pekan ASI Sedunia pada tahun 2024 ini yang mengusung tema “Menutup kesenjangan; dukungan menyusui untuk semua”. Ia mengingatkan kembali dan mengajak masyarakat untuk mengambil peran dalam memberi dukungan pada ibu menyusui sesuai kapabilitas masing-masing.
“Dukungan sekecil apapun bisa berdampak positif untuk ibu menyusui, memastikan bahwa ibu diperhatikan, didengar dan dapat berbagi pengalaman seputar menyusui,” pungkas Febi.
Penulis : Fazri Maulana
Editor : Dian Fauzalia